Valentino Rossi, Remaja Tercepat di Dunia
Valentino Rossi, Remaja Tercepat di Dunia
Juara dunia terakhir balap motor kelas 500 cc ini adalah sosok sempurna di lintasan. Memegang banyak rekor, melampaui prestasi para senior. Ia memenangi 39 kali balap kelas dunia di tiga kategori - 125, 250, dan 500 cc - ketika masih remaja, sebelum usia 23.
Valentino Rossi saat kejuaran dunia 1997. img/visordown.com |
Chequered flag, bendera finis, berkibas mengakhiri Cinzano Rio Grand Prix kelas 500 cc di Autodromo de Jacarepagua Nelson Piquet Circuit, Rio de Janeiro, Sabtu, 3 November 2001. Pembalap Spanyol dari tim Marlboro Yamaha, Charlos Checa, melaju di urutan pertama. Di belakangnya, hanya terpaut jarak satu roda, adalah pembalap tunggal tim Nastro Azzurro Honda, Valentino Rossi. Checa mengepalkan tangan tanda kemenangan. Namun sejurus kemudian, ia harus menahan kekecewaan. Ternyata, menurut perhitungan waktu kumulatif, Rossi lebih baik.
Memang, sebelumnya, lomba yang mestinya mengitari sirkuit yang panjangnya 4.933 m sebanyak 24 kali itu dihentikan pada putaran ke-11 akibat hujan. Ketika dimulai lagi 20 menit kemudian, waktu tempuh sebelum pembalap berhenti dijadikan acuan. Ketika finis, seluruh waktu dihitung kembali, sehingga yang berada di urutan depan belum tentu lebih cepat daripada pembalap di belakangnya.
Itulah hasil teknologi pencatatan waktu dengan kemampuan menghitung hingga seperseribu detik. Rossi menempuh jarak 118,392 km dengan catatan waktu 45 menit dan 57,414 detik, sementara Checa tertinggal 143/1000 detik, 45 menit dan 57,557 detik.
Apa pun, kemenangan ”setipis sembilu” di Brasil itu makin mengukuhkan keperkasaan Rossi. Ia tak memberi kesempatan kepada pembalap lain untuk finis pertama kendatipun mahkota juara dunia 500 cc telah direbutnya tiga minggu sebelumnya, 14 Oktober 2001, di Sirkuit Phillip Island, dekat Melbourne, Australia. Saat itu, Rossi yang perolehan nilainya sangat aman dan cukup finis di urutan kedelapan untuk jadi juara dunia, ternyata melaju sebagai penerima pertama kibasan bendera finis. Begitu pun di Sepang, Malaysia, seminggu kemudian, 21 Oktober 2001.
Melampaui prestasi pelatih
Valentino Rossi. img/motoridersuniverse.com |
Tak berlebihan Rossi berbicara tentang rekor. Di kelas 500 cc, dalam 32 kali penampilan sejak April 2000, 13 kali atau 41% di antaranya dia pungkasi dengan kemenangan. Sementara pelatihnya yang kini menjabat manajer balap tim Honda, Mike Doohan, juara dunia lima kali (1994 - 1998), hanya mencatat rekor 39,4% kalau dihitung dari 54 kemenangan dalam 137 kali balapan. Namun jika dihitung jumlah kemenangan dalam setahun musim balap, Doohan memegang rekor, yakni 12 kali, pada tahun 1997. Sementara Rossi, pada 2001 hanya 11 kali menerima kibasan pertama chequered flag. Jumlah ini sama dengan catatan Giacomo Agostini, juara dunia delapan kali (1966 - 1972 dan 1975), pada tahun 1972.
Jika kemenangan di kelas 500 cc digabung dengan kelas lain kejuaraan dunia, 125 dan 250 cc, catatan Rossi terbilang luar biasa. Ia dengan cepat beradaptasi, menang, jadi juara dunia, dan pindah ke kelas selanjutnya.
Setelah tahun 1995 merebut gelar juara Italia dan juara ketiga tingkat Eropa di nomor 125 cc, pada 1996 Rossi mengawali penampilan di seri dunia. Namun ia hanya memenangkan satu lomba, di Republik Czek, dan berakhir pada posisi kesembilan. Namun tahun berikutnya, 1997, ia tak terbendung untuk jadi juara dunia setelah memenangi 11 lomba, salah satunya di Sirkuit Sentul, Jawa Barat.
Rossi hanya sekali juara dunia 125 cc. Pada 1998 ia pindah ke kelas 250 cc yang kala itu didominasi pembalap Italia, Max Biaggi, pemegang gelar sejak 1994. Tapi modal Rossi belum cukup untuk merebut tahta itu sekalipun sempat menang di lima sirkuit. Di akhir kompetisi ia bertengger di posisi kedua, di bawah Biaggi, yang segera memutuskan pindah ke kelas 500 cc.
Sepeninggal Biaggi, Rossi bagai tak tersaingi. Motor Aprilia-nya membabat banyak lawan dan menang di sembilan lomba. Rossi juara dunia 250 cc tahun 1999 pada usia 20. Ia juara dunia termuda kelas ini sejak kejuaraan itu ditradisikan Federasi Motorsport Internasional pada 53 tahun lalu.
Tahun berikutnya Rossi naik ke gelanggang prima, kelas 500 cc. Biaggi yang dibebani misi tim Yamaha untuk jadi juara dunia, harus menemui kenyataan mengecewakan. Sekalipun sanggup mengalahkan pembalap Repsol Honda asal Spanyol yang juara 1999 sepeninggal Doohan, Alex Criville, ia tak menang menghadapi pembalap Telefonica Moviestar Suzuki Kenny Roberts Jr., putra legenda sirkuit juara dunia empat kali sebelum era Doohan, Kenny Roberts. Roberts Jr. juara dunia 2000, Valentino Rossi di peringkat kedua, dan Biaggi nomor tiga.
Keberhasilan di tahun kedua, seperti saat ia di kelas 125 dan 250 cc, berulang di tahun 2001. Rossi menang di 11 sirkuit dari 16 seri kejuaraan dunia kelas 500 cc. Ia meninggalkan Biaggi yang tetap kecewa. Saking dongkolnya Biaggi pernah sengaja menyikut Rossi, atau berusaha mengejar ketinggalan dengan mengabaikan keamanan sampai jatuh sendiri.
Donal Bebek sang juara
Valentino Rossi dan Donald Duck |
Di lintasan balap, keberadaan Rossi menciptakan suasana baru. Selain menyukai warna menyala terang, ia pun memilih nomor 46 untuk motornya. Ihwal nomor ini ia pernah bilang, ”Saya ingin meneruskan cita-cita ayah saya yang belum terlaksana.”
Ayahnya, Graziano Rossi (47), juga pembalap juara nasional Italia kelas 250 cc pada 1979, yang pada tahun itu berada di peringkat ketiga dunia. Pembalap tim Morbidelli itu dulu juga memakai motor bernomor 46, termasuk ketika turun di kelas 500 cc sebanyak 15 kali dan dua kali naik podium.
Warna menyala motor dipadu dengan aneka ilustrasi khas remaja. Begitu pula helmnya. Ia, misalnya, ketika mengidolakan Donal Bebek, memasang gambar tokoh kartun itu pada helm dan motornya. Ia menjuluki diri - dan dijuluki media - Valentinik karena dalam sebuah cerita, Donal menjadi superhero yang di Italia dijuluki Papperinik. Valentinik kurang-lebih dimaksudkan sebagai kependekan dari ”Super Vale”.
Ketika rambutnya gondrong ia pernah dipanggil Rossifumi, plesetan dari nama pembalap Jepang yang bertubuh kecil dan berambut panjang Norifumi “Norrick” Abe - dan Rossi bangga menyandangnya.
Menjelang akhir musim balap 2001, ia memprakarsai perayaan kecil di antara beberapa penggemarnya di Tavulia, Italia, untuk meninggalkan nama Valentinik dan beralih ke julukan baru ”The Doctor”. Tak jelas apa maksud pilihan nama ini kecuali dugaan ia sudah bosan dengan Donal Bebek. Tokoh kartun itu terlalu kekanak-kanakan.
Anak kecil di atas motor mini
Rossi memang baru saja meninggalkan masa kanak-kanaknya. Ia lahir pada 16 Februari 1979 di Urbino, Italia Timur Laut, dekat republik mini San Marino.
”Hampir tak ada anak laki-laki di Urbino yang tak suka sepakbola,” katanya mengenang kegemarannya di masa kecil. Tapi minatnya untuk menjadi pemain bola dibelokkan oleh ayahnya yang pembalap motor. Apa boleh buat, Valentino setiap kali hanya bisa menyaksikan teman-temannya main bola karena ia selalu diajak ayahnya ke sirkuit dan ”diindoktrinasi” soal motor. Ayahnya begitu bersemangat, dan rupanya Valentino pun terpikat.
Pada usia tujuh tahun ia mulai dilatih ayahnya mengendarai motor mini. Berlomba di tingkat lokal, terus dan terus, dan pada usia 11 resmi terjun ke kompetisi motor mini. Ketika badannya mulai besar dan kakinya terlalu panjang untuk motor mini, ia mencoba-coba motor 125 cc. Saat itu, perusahaan motor Cagiva rutin mengadakan kompetisi satu merek. Pada usia 13, Valentino pun ikut di nomor 125 cc. Di tahun pertama, 1993, ia tak juara meski sempat memenangi sebuah seri. Barulah tahun berikutnya, ia juara.
Tahun 1995, pada usia 16, ia digandeng tim Aprilia untuk terjun di kancah nasional dan Eropa. Di akhir musim ia juara Italia sekaligus juara ketiga Eropa kelas 125 cc. Menggunakan motor yang sama namun di bawah tim Scuderia AGV, April 1996 ia mengawali debut di Malaysia untuk bertarung di tingkat dunia. Hasilnya, kita tahu, selalu mengikuti pola yang sama. Terjun di tahun pertama untuk proses pematangan, dan di tahun kedua merebut gelar juara dunia. Rossi menjadi salah satu pembalap termuda yang merebut tiga nomor (125, 250, dan 500 cc) setelah pembalap tahun 1970-an Phil Read (125, 250, dan 500 cc) dan Mike Hailwood (250, 350, dan 500 cc). Di kelas 500 cc, ia termuda keempat setelah Freddie Spencer, Mike Hailwood, dan legenda Inggris John Surtees.
Syukur Doohan pensiun
Michael "Mick" Doohan |
Banyak pembalap yang melakukan ancang-ancang setelah melihat legenda Australia Michael "Mick" Doohan tak mampu melanjutkan karier di tengah musim balap tahun 1999, setelah lima kali juara dunia. Kita tahu, rekan satu timnya, Alex Criville, yang akhirnya menyandang mahkota. Namun sesungguhnya banyak pembalap lain yang memiliki cukup kapasitas untuk menggantikan Doohan. Salah satunya adalah Max Biaggi yang naik kelas setelah lima kali juara dunia 250 cc.
Tapi tim Repsol Honda sepeninggal Doohan malah babak-belur minim prestasi. Sementara Telefonica Moviestar Suzuki justru solid di tahun 2000, dan akhirnya menghasilkan gelar bagi Roberts Jr.
Doohan rupanya mengikuti jejak banyak pembalap lain untuk membentuk tim setelah mundur. Misalnya Wayne Rainey yang dominasinya dia patahkan pada 1995. Atau Kenny Roberts yang menarik anaknya untuk mengikuti jejak.
Doohan sangat tepat membidik pembalap yang mampu membawa kejayaan timnya, sekaligus mewujudkan obsesinya mencetak juara dunia. Ia mengajak kelompok mekanik andal di bawah pimpinan Jeremy Burgess yang telah enam tahun mendampinginya sejak tim bernama Rothmans Honda sampai menjadi Repsol Honda. Kecermatan, kekompakan, kualitas kerja, berpadu dengan keberuntungan, akhirnya melahirkan Valentino Rossi sebagai juara dunia.
”Saya amat berterima kasih kepada Mick. Dia sejak awal menanamkan keyakinan bahwa saya bisa menjadi juara dunia,” kata Rossi di masa reses seusai musim balap 2001, di apartemennya di Knightsbridge, London. ”Dunia balap pun sesungguhnya patut bersyukur dengan pensiunnya Mick Doohan. Kalau tidak, ia akan makin perkasa dan sulit bagi pembalap lain untuk merebut gelar dari dirinya.”
Kini Rossi, Doohan, Burgess, dkk. sedang mempersiapkan kompetisi tahun 2002. Ada perubahan besar yang harus dijalani karena kelas 500 cc dihapus, diganti mesin empat langkah berkapasitas maksimal 960 cc. Kategori prima ini akan menjadi semacam Formula 1 roda dua, namanya GP1.
Semangat juara memang membuat Rossi rajin berlatih dengan Honda RC211V lima silinder. ”Bobotnya yang 15 kg lebih besar daripada NSR, serta power-nya yang lebih besar, memang perlu waktu untuk beradaptasi. Tapi itu akan teratasi,” kata Rossi.
Rossi memang optimistis. Namun Doohan belum berani memastikan. ”Kami tak mau memaksakan Valentino harus turun dengan mesin itu. Kompetisi akan sangat berat, sayang kalau sepanjang tahun ia hanya disibukkan oleh proses adjustment. Kalau akhirnya ia lebih baik di atas mesin 500 cc lama, kenapa tidak? Toh kekurangan power bisa diatasi dengan keunggulan akselerasi,” kata Doohan dalam wawancara dengan motograndprix.com, November lalu.
Apa pun keputusannya nanti, adalah kewajiban Rossi untuk bersiap diri. Dengan segala kemampuannya, dengan dukungan timnya, ia jelas tak mau kehilangan mahkota yang telah direbutnya. Kalau perlu mempertahankannya selama mungkin, dan kesempatannya masih panjang.
Tim Nastro Azzurro Honda sibuk, dan Rossi mengikuti sambil tak lupa kembali ke habitatnya kalau tak di London. Ia pulang ke Urbino, tinggal bersama ibu dan neneknya, bermain dengan adik tirinya, Luca. Valentino Rossi tak bisa lama pisah dari mereka. Ia memang masih remaja.
Posting Komentar untuk "Valentino Rossi, Remaja Tercepat di Dunia"