Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML Atas

Waspadai Reaksi Alergi dan Berbagai Penyebabnya

Reaksi Alergi dan Berbagai Penyebabnya

Reaksi alergi dan penyebabnya - Cara penyimpanan mempengaruhi kualitas makanan. Makanan laut yang basi atau salah cara menyimpannya, misalnya, akan meningkatkan jumlah kandungan histamin yang menyebabkan alergi. Namun jenis maupun penyebab reaksi alergi macam-macam, bukan hanya makanan laut. Banyak cara bisa ditempuh untuk mengatasinya, termasuk menangkal asma alergi pada anak-anak.

Reaksi alergi dan penyebabnya
Reaksi alergi dan penyebabnya

Selang setengah jam setelah Andi melahap beberapa potong udang goreng, bibir dan muka bocah usia 7 tahun itu membengkak dan napasnya sedikit sesak. Tidak lama setelah mendapat suntikan antihistamin dari dokter, kesehatannya pulih. Reaksi alergi karena makanan laut memang datang tiba-tiba. Kalau tidak cepat ditanggulangi, dikhawatirkan Andi akan mendapat serangan shock yang bisa membahayakan jiwanya.

Menurut penelitian, intoleransi makanan laut acap terjadi akibat proses penyimpanan yang kurang baik. Waktu masih mentah dan segar, kandungan histamin makanan laut masih rendah. Tapi, makin lama disimpan dengan cara kurang tepat, kandungan histamin makin tinggi akibat terpecahnya asam amino histidin oleh enzim proteolitik. Histamin itulah penyebab timbulnya reaksi alergi.

Menurut Faisal Anwar, dosen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga IPB (Kompas, 1995), peningkatan kandungan histamin terjadi bila makanan laut disimpan pada pH normal antara 6,5 - 7,0 dengan suhu 17 - 25oC. Jadi, terlalu lama didiamkan di luar tanpa didinginkan atau dibekukan bisa mengundang reaksi alergi. Pada suhu itu, menurut Faisal, peningkatan kandungan histamin mencapai puncaknya. Jika dalam keadaan ini ikan atau makanan laut langsung digoreng dan dikonsumsi, kemungkinan besar masih tetap kondisinya. Hasil sebuah survai bahkan menyatakan, ikan kalengan, ikan kering tawar, ikan kering asin, dan ikan asap kandungan histaminnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan rebus.

Perebusan ikan dalam waktu yang cukup lama dapat mengurangi kandungan histamin. Sebab, daging ikan yang telah empuk memudahkan tercucinya histamin atau histidin. Dengan demikian, pengolahan masakan ikan dengan cara merebus lama, lebih aman daripada langsung digoreng atau dipanggang. Dibandingkan ikan mas atau gurami segar dari kolam, makanan laut seperti ikan, udang, kerang lebih sering menjadi penyebab alergi.

Zat penyebab alergi sering bersifat aditif. Artinya, kamu mungkin tidak mengalami gangguan reaksi alergi selama mengkonsumsi makanan penyebab alergi dalam jumlah kecil. Namun, ketika batas dilampaui, langsung timbul reaksi alergi.

Beberapa tanda seseorang memiliki reaksi alergi terhadap makanan, misalnya, muncul lingkaran kehitaman atau pembengkakan di bawah mata, lipatan horisontal pada kelopak mata, atau terjadi pembengkakan kelenjar ketiak, rahang, maupun lekuk paha.

Reaksi alergi makanan

Insiden reaksi alergi makanan jumlahnya memang cukup tinggi. Diperkirakan mencapai 0,3 - 50% populasi penduduk dunia, dengan gejala paling ringan sampai terberat. Reaksi alergi adalah berupa gejala ringan ditandai dengan gatal-gatal pada kulit, sedang yang terberat bisa sampai terjadi shock. Alergi pada kulit, apakah bengkak atau gatal-gatal, itu akibat sel dalam tubuh terkena alergen (zat penyebab alergi) yang mengalami degranulasi (hilangnya granula atau pemecahan zat menjadi partikel kecil), sehingga menyebabkan pembuluh darah melebar dan bereaksi dalam bentuk gatal atau merah pada kulit. Selain di kulit, pembuluh melebar dan membengkak juga bisa terjadi pada hidung dalam bentuk pilek, paru-paru dalam bentuk asma atau mengi, dan pada pencernaan dalam bentuk diare.

Hasil penelitian RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 2.000 murid sekolah, 15 - 20% mengalami alergi hidung (rinitis), 5% - 6% alergi asma, 5% - 10% alergi kulit seperti biduran atau kulit merah. Sedangkan bermacam alergi yang timbulnya kadang-kadang sebanyak 20%.

Pemicu reaksi alergi lainnya ialah zat kimia, lateks, kacang tanah, coklat, jagung, buah-buahan (terutama jeruk, tomat, strawberi, dan anggur), bulu binatang, susu, telur, sengatan lebah, logam, cuaca, serbuk tanaman, obat, dan kosmetik.

Berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh, alergen terbagi menjadi empat golongan, yaitu: 

  1. Masuk lewat saluran napas (debu rumah, spora jamur, tepung sari, rumput, bunga, debu industri, uap, asap).
  2. Melalui saluran cerna (telur, susu, obat, zat pewarna, pengawet makanan, minuman).
  3. Lewat suntikan (obat suntik atau gigitan serangga).
  4. Serta melalui kontak langsung dengan kulit (obat oles, kosmetik, perhiasan imitasi, lateks, serta bahan kimia).

Selain itu, dikenal pula reaksi alergi fisik yang disebabkan oleh udara dingin, sinar matahari, udara panas, bahan panas, atau tekanan pada kulit. Alergen itu umumnya menyebabkan kelainan berupa gatal kulit (biduran dan eksim), gangguan mulut (sariawan, bengkak bibir), gangguan mata (gatal, merah berair, bengkak), gangguan saluran napas (bersin, pilek, hidung tersumbat, rinitis, atau asma), serta gangguan saluran cerna (muntah, kejang perut).

Respon alergi tipe cepat berlangsung sekitar 30 menit, sedangkan tipe lambat antara 24 - 48 jam. Menurut penelitian mutakhir, saat ini semakin banyak orang peka terhadap makanan tertentu dibandingkan 10 tahun lalu. Bukan saja karena faktor keturunan atau bawaan, tapi intoleransi tubuh terhadap sesuatu. Penyebabnya belum jelas. Menurut para ahli, itu bisa jadi akibat semakin banyaknya pemakaian obat-obatan antibiotika, polusi lingkungan, atau makanan yang diproses dengan aneka zat kimia.

Kalau pada alergi faktor bawaan timbulnya reaksi bisa berulang kali sampai tua, pada intoleransi makanan yang reaksinya serentak, kejadiannya hanya sekali-kali dan pengobatan tidak perlu rutin. Namun hendaknya diingat, makanan yang menimbulkan reaksi alergi tetap dibatasi.

Pada reaksi alergi tidak serentak, seperti bengek, sesak napas karena zat kimia tertentu, eksim kulit, rinitis yang ditandai pengeluaran lendir sampai berjam-jam bahkan berhari-hari, reaksi bisa berulang, terutama pada saat kondisi tubuh sedang menurun atau mengalami stres. Kasus seperti itu bisa dialami penjahit saat sedang stres karena pekerjaannya menumpuk. 

Contoh reaksi alergi diawali dengan gejala hidung gatal, lalu sesak napas disertai leher serasa tercekik. Diagnosis dokter semula macam-macam: kelenjar tiroid terganggu, gejala penyakit jantung koroner, atau mungkin ada saraf terjepit di sekitar leher. Namun, hasil pemeriksaan darah dan jantung serta rontgen leher tidak memembuktikan ketiga kelainan itu. Ternyata dengan menelan pil antihistamin selama lima hari, alergi yang menyerang saluran pernapasan hilang. Untuk mencegah terjadinya serangan lagi, dianjurkan, saat menjahit atau memotong kain, penjahit agar selalu mengenakan masker penutup hidung dan mulut, dan jendela ruangan harus sering dibuka.

Reaksi alergi yang tidak selalu serentak bisa juga karena lateks (bahan karet) seperti penggunaan sarung tangan atau masker karet yang muncul dalam bentuk reaksi pada kulit. Untuk menanggulanginya, bisa digunakan krim oles pelindung.

Reaksi alergi debu

Biang keladi reaksi alergi banyak juga disebabkan oleh tungau pada debu rumah. Tungau yang lebih menyukai lingkungan lembap banyak dijumpai pada karpet, kapas, bantal, selimut, mainan dari kapuk yang berbulu, perabot rumah tangga, dll. Sulit memang memberantas tungau mengingat sehari-hari kita berhubungan dengan barang-barang tadi.

Tungau tidak hanya mempengaruhi sistem kekebalan tubuh penderita asma, tetapi juga mempengaruhi sistem kekebalan penderita kulit atopik/alergis. Dengan nama keren Dermatophagoides pteronyssinus, kutu berukuran 0,3 x 0,2 mm ini hidup dan berkembang biak dalam debu rumah. Bagi kebanyakan orang makhluk ini tidak mengganggu kesehatan, tapi pada sekitar 5 - 6% di antaranya, menimbulkan alergi dengan gejala gatal pada hidung atau tenggorokan, mata membengkak merah dan gatal, hidung mengeluarkan cairan atau pilek, peradangan ditambah lesi pada kulit, serta sesak napas disertai mengi.

Penyempitan saluran yang menimbulkan gejala asma antara lain disebabkan oleh pengerutan otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, atau pembentukan serta timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan.

Asma juga bisa karena tidak tahan obat nyamuk, serbuk sari tumbuh-tumbuhan, atau zat kimia tertentu. Atopi bisa pula karena serpih kulit manusia, terutama kulit kepala, saat orang menggaruk kepala atau menggosok kulit. Serpihan kecil yang jatuh di atas sarung bantal atau sprei, bila dihirup oleh orang yang peka, bisa membuat asma kambuh.

Reaksi alergi laktosa

Alergi pada sistem pencernaan biasanya ditandai dengan serangan diare. Diare karena bakteri atau alergi lambung biasanya berlangsung agak lama. Menurut Dr. Hans A. Buller dari Belkamu (Kompas, 19-4-1995), diare juga banyak disebabkan oleh ketidakmampuan lambung menyerap laktosa dalam susu akibat laktosa tidak terurai dalam usus kecil melainkan dalam usus besar oleh bakteri flora yang memproduksi gas dan asam lemak.

Buller menambahkan, gejala ketidakmampuan menyerap laktosa amat bervariasi pada setiap orang. Bila laktosa tersedia dalam jumlah kecil selama jangka waktu panjang, bakteri flora lambat laun akan bekerja dalam kapasitas laktosa yang kurang. Akibatnya, gas dan asam yang diproduksi dapat berkurang bahkan hilang. Sedangkan pada anak-anak di bawah usia lima tahun, ketidakmampuan menyerap laktosa dapat berarti rendahnya enzim laktase karena faktor genetik yang dapat menimbulkan pengurangan aktivitas atau rusaknya dinding lambung.

Untuk mencegah kembalinya gangguan diare, perlu pemberian susu rendah laktosa. Misalnya, yoghurt mengandung B-galaktosida merupakan sumber alternatif sangat baik untuk kalsium serta kalori dan dapat ditoleransi oleh sejumlah penderita intoleransi laktosa. Namun, pengkonsumsiannya perlu dikonsultasikan dengan dokter lebih dahulu. Bagaimanapun ASI tetap merupakan susu terbaik untuk bayi karena tidak pernah menimbulkan reaksi alergi.

Tes reaksi alergi menggunakan uji kulit tusuk (prick test)

Untuk mengetahui apakah kamu memiliki reaksi alergi terhadap makanan atau zat tertentu bisa melalui tes alergi. Sebelum tes dilakukan tentu gejalanya dihilangkan dulu dengan bantuan obat.

Pada saat dilakukan tes, obat dihentikan. Tes alergi karena faktor keturunan bisa melalui uji kulit tusuk (prick test) atau uji tempel (dengan suatu plester khusus). Ada juga tes darah dengan mengukur kadar IgE (Imunoglibolin E) spesifik. "Yang paling sulit ditemukan memang alergi terhadap makanan karena di dalamnya sering kali tidak hanya mengandung satu jenis zat," komentar dr. Mustopo Widjaya dari Klinik Asma dan Alergi dr. Indrayana.

Sebelum dilakukan uji tusuk, dibuat 25 tanda pada lengan bawah sebagai batasan jika reaksi alergi timbul. Kesemua tanda itu kemudian digores dengan jarum lalu ditetesi alergen buatan. Setelah semua alergen masuk ke dalam kulit, ditunggu 15 menit untuk mengetahui reaksi alergi. Alergen yang cocok diberi tanda positif, dan yang tidak ditandai negatif.

Uji tusuk secara teknis mudah dilakukan, tapi harus hati-hati dalam menginterpretasikan tanda-tanda positif dan negatif. Jika tanda positif ada satu, artinya ragu-ragu. Jika ada dua, mungkin alergen bereaksi sekali-sekali saja. Jika ada 3 - 4, dipastikan alergen cocok dengan pasien. Kendala yang terjadi, jenis alergen artifisial untuk pengujian acap kali tidak pas dengan yang asli. Misalnya, alergen ikan buatan luar negeri terbuat dari ikan tuna, padahal orang Indonesia jarang makan ikan ini. Akibatnya, hasil tesnya negatif. Atau, kalau alergen sudah kedaluwarsa atau jarum tercemar, akan keluar tanda meragukan. Sebab itu, Dr. Heru Sundaru M.D., ahli alergi dari RSCM lebih mengutamakan wawancara dengan pasien sebelum melakukan tes alergi. "Dengan wawancara, paling tidak sudah diketahui arah alerginya," katanya.

Tubuh seseorang yang alergis berarti ambang rangsang untuk menimbulkan alergi tinggi sekali, sampai tidak terlampaui. Ia membentuk antibodi terhadap alergen yang ditandai dengan adanya IgE (Imunoglobulin E). Celakanya, IgE ini tidak berfungsi melindungi, malah dapat menimbulkan zat mediator pada orang yang membentuknya. Dalam reaksi alergi IgE menempel pada permukaan sel tertentu (sel basofil dalam darah dan sel mastosit dalam jaringan kulit, saluran napas, dan cerna). Selanjutnya, akan mengikat alergen yang masuk ke dalam tubuh yang menimbulkan reaksi alergi tadi.

Bagi seseorang yang ternyata hanya tidak toleran terhadap makanan tertentu, cara terbaik untuk menghindari reaksi itu cukup dengan menghindarinya. Bila makanan alergen tetap dikonsumsi dalam jumlah banyak, bisa terjadi kekurangan antibodi dan terjadilah alergi. Namun menghindari makanan tertentu tidak harus seumur hidup. Makanan bisa dicoba lagi dalam jumlah kecil.

Bagi yang memang berpembawaan alergi, selain dengan menyingkirkan bahan alergen, mereka hendaknya diobati dengan imunoterapi atau suntik pengebalan. Tujuannya agar sel-sel yang sudah terkena alergen menjadi kebal. Suntikan dilakukan berulang kali sampai timbul kekebalan dalam tubuh penderita. Cara ini sering membosankan karena bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Sebelum mencapai ambang kekebalan, alergi masih bisa muncul. Cara ini sering dilakukan pada penderita asma alergi.

Seseorang yang pernah mengalami alergi udang, misalnya, bila ingin sekali-kali makan udang, hendaknya siap-siap dengan obat antihistamin. Ini pun belum dijamin 100% berhasil.

Kalau dulu hanya dikenal obat antihistamin CTM (Chlorpheniramine Maleate), yang bersifat sedatif (menyebabkan rasa kantuk), kini ada antihistamin nonsedatif. Claritin misalnya, sudah digunakan secara luas sejak tahun 1980-an. Menurut FDA (Badan Pengawasan Obat di AS), pemakaian obat ini sampai dengan dosis 160 mg atau 16 kali dosis normal (sehari 1 tablet) tidak mengakibatkan perubahan berarti pada ritme jantung. Obat ini juga boleh dikombinasikan dengan pemakaian obat lain. Bahkan ada yang dalam bentuk effervescent (dilarutkan dalam segelas air).

Penderita alergi dianjurkan pula untuk mengkonsumsi vitamin C sampai 10 g sehari, vitamin B5 sampai 800 mg per hari, dan seng picolinate sampai 150 mg per hari. Zat makanan yang mungkin berpotensi menghindarkan pembengkakan alergi antara lain nenas, papaya, dan kunyit. Zat minyak Omega-3 yang banyak terdapat dalam ikan pun dapat membantu mengatasinya. Di samping itu, dianjurkan mengkonsumsi banyak sayuran hijau.

Pengobatan alergi modern

Di Inggris, menurut Majalah Style, pengobatan alergi telah dicoba dengan melakukan sistem netralisasi ala Miller dengan menyuntikkan cairan alergen. Cairan alergen diambil dari konsentrat alergen yang dicurigai, yang dicairkan dengan saline menjadi 1/5 kekuatan semula, dinamakan botol 1. Kemudian, alergen dicairkan lagi menjadi 1/5 kekuatan botol 1 dan dinamakan botol 2, dan seterusnya. Penderita mungkin akan menunjukkan reaksi alergi positif terhadap cairan tadi. Namun, aspek luar biasa dari pengobatan ini, gejalanya bisa dipadamkan oleh cairan alergen yang sudah dilemahkan itu. Mestinya pasien akan menghadapi reaksi positif terhadap cairan alergen tersebut. Tapi anehnya, justru gejala penyakitnya makin lama makin padam. Bila cairan hasil netralisasi ini cocok, bisa dilakukan sendiri oleh pasien dengan meneteskannya di bawah lidah.

Namun metode ini sampai sekarang belum bisa diterima baik oleh Asosiasi Penyakit Alergi Inggris atau Klinik Alergi, yang tetap mengandalkan pengobatan alergi cara lama.

Sementara itu Dr. Len McEwen, tokoh pengobatan alergi kontroversial lain dengan metode terapinya yang dinamai EPD (enzyme-potentiated desensitisation) juga menghadapi tantangan yang sama. Enzim, katanya, adalah katalisator biokimia dalam tubuh yang membangkitkan atau mengakselerasi (mempercepat)reaksi kimia. Tapi, menurut McEwen, pionir metode ini yang berasal dari R.S. St. Mary Paddington, AS, pengobatan dengan enzim beta glucoronidase ini akan memberikan efek mengurangi sensitivitas terhadap alergen makanan. Cara pengobatan yang masih kontroversial ini dengan menggores kulit penderita, kemudian ekstrak makanan alergen plus enzim dimasukkan melalui tempat plastik kecil yang ditengkurapkan, sampai cairan ini terserap masuk ke tubuh. Walaupun ia telah berhasil mengobati anak-anak dengan hipersensitivitas makanan, tapi masih terus berjuang agar diterima dunia kedokteran.

Memerangi penyakit alergi memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Juga jangan bosan selalu berkonsultasi dengan dokter.

Jangan lupa bagikan artikel Waspadai Reaksi Alergi dan Berbagai Penyebabnya kepada siapa saja yang membutuhkan ya. Semoga bermanfaat

Posting Komentar untuk "Waspadai Reaksi Alergi dan Berbagai Penyebabnya"